Friday, March 3, 2017

Hidup jauh lebih alami sebelum kehadiran Glatt!




via google

Siapa yang tidak mengenal obat pelurus rambut yang satu ini. Saya bahkan mengenalnya ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Ketika memasuki masa pubertas, saya merasa rambut keriting saya adalah sebuah kutukan. Karena ketika berangkat ke sekolah saya tidak memiliki kebebasan yang sama seperti teman-teman saya yang lain untuk menggerai rambut mereka.

Takut dan tidak percaya diri adalah dua hal yang menempel lekat pada diri saya ketika itu. Belum lagi tumbuh di lingkungan Ambon yang sebenarnya mayoritas genetik yang ada di dalam diri kami masyarakat Maluku adalah memiliki rambut keriting. Tetapi entah mengapa pada zaman saya remaja, setiap perempuan yang memiliki rambut keriting berlomba-lomba untuk meluruskan rambutnya. Bagi yang tidak meluruskan rambut keritingnya akan menjadi ejekan. Begitu pun yang meluruskan rambutnya juga tetap menjadi ejekan. 

Saya tidak menemukan perempuan dengan rambut keriting berseliweran di televisi. Dapat dikatakan hampir tidak ada ruang untuk yang berambut keriting. Bahkan setiap iklan yang muncul di televisi adalah hanya untuk mereka yang memiliki rambut lurus dan tergerai. Di sinilah saya merasa bahwa yang keriting itu minoritas, tidak cantik, tidak menarik perhatian orang lain.

Ketika menulis ini saya tidak menemukan alasan mengapa saya meluruskan rambut untuk pertama kalinya. Yang saya ingat adalah saya meluruskan rambut (1) karena terganggu dengan ejekan “Karibo” (2) karena kedua kakak perempuan saya pun meluruskan rambut mereka (3) supaya punya rambut yang bisa digerai ketika pergi ke sekolah.

Glatt, Makarizo, dan  salon kecantikan kemudian menjadi teman-teman saya selama masa-masa itu. Saya lalu akrab dengan obat pelurus rambut, karena keriting dipandang sebagai sebuah penyakit yang harus disembuhkan.

Saya adalah perempuan yang tumbuh dengan identitas baru: yang keriting itu jelek, yang lurus itu cantik. Saya adalah perempuan yang tumbuh dengan identitas yang ditawarkan oleh sebuah produk. Saya adalah korban produk kecantikan.

#memeliharakeriting lahir bertahun-tahun kemudian. Ia lahir dari kesadaran penuh akan identitas saya sebagai seorang perempuan. Identitas alami saya dengan rambut keriting. Dan kapabilitas saya untuk menerima diri, mencintai diri, dan percaya kepada diri saya sendiri.


Cerita-cerita lainnya dari #memeliharakeriting dapat kamu temukan di blog ini dan instagram @memeliharakeriting. Karena #memeliharakerting adalah identitas!   

Wednesday, February 15, 2017

Sebuah Catatan Harian: memelihara keriting








Memulai sebuah proyek baru tepat sehari setelah hari kasih sayang. Sebuah catatan harian untuk perempuan dengan rambut keritingnya. Saya sendiri perempuan dan berambut keriting secara alamiah ketika lahir. Tetapi ketika memasuki masa pubertas, saya merasa perlu meluruskan rambut saya. Alasannya seingat saya ketika itu adalah karena keriting itu tidak cantik.

Menjadi remaja dengan rambut keriting pada waktu itu adalah sebuah beban yang mendatangkan rasa malu dan tidak percaya diri. Saya ingat kami yang berambut keriting kerap mendapatkan julukan yang tidak sedap ketika berada di sekolah. Panggilan “karibo”, “rambut sarang burung”, “rambut sasak”, “rambut kawat”, menjadi sangat akrab di telinga.

Sementara iklan layanan masyarakat pada saat itu tidak jauh-jauh dengan menampilkan perempuan-perempuan dengan rambut hitam yang lurus dan berkilau. Mungkin masih ingat iklan shampo seperti Emeron, Dimension, Sunsilk, dengan gambar-gambar perempuan pada badan kemasannya. Hampir tidak ada yang keriting.

Saya punya dua kakak perempuan yang juga meluruskan rambutnya pada saat itu. Ini merupakan sebuah contoh lain yang saya lihat di depan mata kepala saya sendiri, bahwa memiliki rambut lurus adalah sesuatu yang mutlak. Rata-rata kami memakai obat pelurus rambut. Salah satu obat pelurus rambut yang terkenal pada saat itu adalah Makarizo, merek yang juga masih terkenal hingga sekarang. Setelah membeli krimnya, dengan menggunakan peralatan sederhana, kami lalu mengoleskannya pada rambut.

Tapi pernahkah terpikir olehmu, kenapa ya disebut dengan "obat rambut"? karena kata "obat" di situ memposisikan rambut keriting sebagai penyakit yang harus disembuhkan. 

Ketika menulis ini, saya ingat foto laporan pendidikan saya ketika jaman sekolah menengah pertama, bahkan pernah menjadi korban vandalisme diam-diam saya menolak rambut keriting. Di foto itu saya pernah mencoret rambut keriting saya menggunakan spidol, supaya foto rambut saya kelihatan lurus. Ya, saya melakukannya lantaran saya benci memiliki rambut keriting.

Keyakinan untuk kembali mencintai rambut keriting saya kembali tidak langsung serta merta tumbuh. Namun butuh proses yang cukup panjang­­­­. Sampai akhirnya saya berhenti meluruskan rambut saya dan memutuskan untuk memelihara rambut keriting saya secara lebih alami. Untuk itulah catatan harian #MemeliharaKeriting ini dibuat. Tujuannya sederhana saja, saya mau mengumpulkan cerita-cerita dari perempuan-perempuan lainnya yang memiliki pengalaman yang kurang lebih sama dengan saya. Supaya saling berbagi dan menguatkan satu dengan yang lain untuk memeluk diri sendiri dengan cinta yang besar. Silakan kirimkan ceritamu di memeliharakeriting[at]yahoo[dot]com. Sebab keriting adalah identitas, keriting adalah anugerah.   

Keriting adalah perlawanan.